Seperti biasa, pukul 22:00, dia sudah sampai di Hek Pojok Kota. Sebuah angkringan dengan menu nasi kucing, gorengan, sate, dan berbagai minuman hangat, berdiri didepan gang di daerah pinggiran ibukota. Adalah rutinitasnya selepas pulang kerja mampir disana, dia dengan kemeja biru panjang, digulung sampai lengan, celana panjang necis, dan sepatu hitam mengkilat.
"Mas Rahmat.. monggo mas pinarak, seperti biasa nggih mas..."
"Tambah kopi hangat, dek"
"Tumben ngopi mas, dulu njenengan bilang kalau sudah dilarang isteri minum kopi, atau malah sedang *ngidam* ini?"
"Mboten dek, cuma nanti mau begadang, nemenin ibunya Ryan yang juga begadang"
"Wah, ada pasien sulit lagi mas? Mbok dibilangin isterinya, jangan capek2, nanti adeknya Ryan ga jadi-jadi..hehe"
"Iya dek, memang tumben ini, sepertinya kasus pasiennya cukup melibatkan emosi isteri, saya ikut menjaga saja, supaya ada teman saat kerja"
Pukul 22:45 dia sudah pamit, 20 menit lebih cepat dari hari sebelumnya. Kali ini dia sedikit cemas dengan kondisi isterinya, dia harus setidaknya menenangkan sang isteri, karena besok adalah hari yang penting bagi isterinya.
. . . . .
"Dokter Rana, apakah benar Anda sudah mengenal Sarra sejak usia 5 tahun?"
"Iya Yang Mulia"
"Bagaimana Anda mendeskripsikan Sarra 5 th?"
"Tidak ada yang istimewa, Yang Mulia, seperti anak perempuan sebayanya."
"Apakah Anda menduga adanya gangguan psikis pada Sarra usia 5 th?"
"Setelah kejadian tersebut, dan kondisi fisiknya pulih, tidak ada, Yang Mulia"
"Saudari Rana, apakah menurut pengetahuan Anda sebagai seorang ahli Psikiatri, pada kondisi Sarra yang sekarang, terdapat bukti adanya gangguan kejiwaan?"
"Secara umum, perilaku Sarra sesuai dengan usianya sekarang, yaitu 16 tahun, Sarra dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan jujur, kemampuan kognitifnya baik."
"Bisakah Anda simpulkan, kondisi kejiwaan Sarra baik?"
"Tidak sepenuhnya, Sarra mengalami gangguan mood yang intermitten atau hilang timbul, dan jenis kepribadian skizotipal yang potensial memicu skizofrenia, meski begitu hal ini belum sampai mengancam nyawa diri sendiri maupun orang lain, Yang Mulia."
"Terimakasih dokter Rana Khairunia spesialis kejiwaan, selaku saksi ahli, keterangan Anda kami rasa cukup, kasus ini akan kami...."
"Maaf, Yang Mulia, mohon izin, sebagai teman lama, saya ingin.. paling tidak.. membantu Sarra secara moril, bisakah saya diizinkan menemui tersangka?
"Kami pertimbangkan, tetapi Anda tidak diizinkan menemui Sarra di luar tahanan, selama kasus ini masih bergulir."
"Baik, Yang Mulia"
. . . . .
"Dok, suara itu datang lagi, dok, suara itu lagi, tolong dok"
"Apa yang kamu dengar Sarra?"
"Lelaki tua itu bilang, Dok, kalau saya harus mati, saya harus bertanggungjawab, Dok, saya tidak pernah mendorong Maky, tolong saya Dok, saya tidak salah."
"Suara itu tidak nyata, Sarra saya tahu kamu tidak salah. Saya akan membersihkan namamu."
"Terimakasih Dokter Rana, Anda membantu saya untuk kedua kalinya"
"Sarra, ada yang ingin saya tanyakan padamu." Kali ini mataku beradu tajam dengan matanya. "Sarra apakah kamu menyayangi ibumu?"
"Kenapa Anda tanyakan ini pada saya Dok? Anda tahu sendiri kan? Ibu saya sudah memberi saya kenangan pahit, ibu saya..."
"Sarra, apakah kamu menyayangi ibu kandungmu?" Mataku tak lepas tertuju pada gadis dihadapanku, gadis 16 tahun, tersangka pembunuhan, mataku perih menahan kedip untuk memastikan alat scannya bekerja baik, aku menscan isi hatimu Sarra, katakan apapun, aku pasti tahu kebenarannya.....
"Te..tentu saja aku sayang ibuku" Sarra menjawab dengan terbata setelah 5 menit kesunyian, matanya sedikit berkaca-kaca.
"Baik, saya kira sudah cukup, saya harus kembali bekerja"
"Terimakasih dok, sekali lagi terimakasih dokter mau membantu saya. Oh ya dok, hati-hati di jalan dan jangan capek-capek ya dok, dokter harus jaga kandungan. Semoga calon putri Anda secantik dan sebaik diri Anda Dok."
Sekali lagi, aku harus terkejut, gadis ini memang mengejutkan sejak pertama bertemu, "Terimakasih Sarra, tapi dari mana kamu tahu saya hamil Sarra?" Aku tersenyum padanya, menyembunyikan keterkejutan.
"Hanya feeling Dok, aku sayang dokter, dokter seperti menggantikan mama, ada disaat aku butuh." Sarra tersenyum sangat manis. Gurat wajahnya yang lembut membuat setiap orang yang melihatnya tidak akan percaya bahwa dia menjadi tersangka pembunuhan. Sama seperti ketika pertama aku melihatmya.
Tetapi hari ini aku tidak mempercayainya, ada sesuatu yang dia sembunyukan. Aku tahu hari ini, dia telah berbohong.
"Aku berjanji Sarra, aku akan membantumu, aku akan membersihkan namamu." Aku berjalan menuju pintu keluar Rutan.
Aku masih terngiang perkataan gadis itu, dia tahu aku hamil, bahkan suamiku sendiri belum aku beri tahu. Gadis itu selalu membuatku terkejut, wajahnya manis, sorot matanya terlihat cerdas, tetapi hatinya terasa dingin, beku. Salah satu tipe orang yang "tak tergapai". Tipe kepribadian yang sulit sulit didekati, dan cukup membuatku waspada, membuatku gentar dan sedikit takut.
. . . . .
Aku sampai dirumah lebih cepat. Aku membawa beberapa bahan makanan, hari ini aku ingin memasak yang spesial, steamed abalone with fruit salad , kesukaan Rendra. Aku langsung ke dapur. Saat aku akan meletakkan bahan makanan di kulkas, dari sudut mata kulihat ada sesuatu yang menarik diatas meja dapur. Setangkai bunga dengan sepucuk surat dibawahnya.
Dek Rana sayang...
Saat kamu baca surat ini, aku sudah berada bermil-mil atau lebih jauhnya, atau bahkan tak terhingga jarak kita.
Semalam, sepulang kerja ada orang membuntutiku sampai depan rumah, tetapi aku tidak memberitahumu agar kamu tidak cemas karena kamu harus menghadapi persidangan. Aku tahu beberapa minggu ini kamu sedikit lebih cemas dan gugup dari biasa, sehingga kuputuskan setiap malam menemanimu begadang dengan beralasan banyak pe-er kerjaan.
Aku berpikir ada sesuatu yang tidak beres akan terjadi, pagi ini aku tulis surat ini, untuk meminta maaf.
Maaf belum bisa membuatmu bahagia, maaf belum bisa melindungimu, maaf aku tidak bisa berjanji akan kembali lagi.
Dek, mungkin aku tidak bisa kembali, titip Ryandra, dan titip calon putri manis kita, jaga kesehatan agar Rana junior lahir sehat dan selamat.
Terimakasih atas semuanya.
Suami yang sangat mencintaimu,
Syairendra Rahmat
Hatiku mencelos, serasa dunia ini akan runtuh, kakiku bergetar hebat. Dalam kepanikan aku keluar halaman rumah, memanggil-manggil Rendra dengan bingung.
Seketika itu aku melihat dirinya, gadis perempuan berambut ikal, berponi, Sarra. Sarra naik sebuah metromini, dia tersenyum kepadaku. Sontak aku menuju mobil, menstater mobilku, dan kukejar metromini itu.
Aku merasa harus mengejar Sarra, aku merasa dia tahu dimana Rendra berada.
Aku mengendarai mobil dengan menggila. Setelah 10 menit, metromini itu berhasil kukejar, kubawa mobilku kedepan metromini dan mengerem mendadak, memaksa sopir menghentikan metromini.
Aku masuk metromini dan mecari-cari Sarra, tetapi dia tidak ada......
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar