Jumat, 22 Januari 2016

Paradoks Psycho #5 episode terakhir session 1

Dorr..dorr..dorr..

Ada yang menembaki mobil kami dari belakang. Aku menunduk menghindar. Mencari celah untuk bisa mengambil *fanny*ku dan balik menembak mereka. Terjadi baku tembak selama 3 menit, Bobby berhasil menembak ban mobil mereka, menghambat laju mereka sementara.

Kendaraan lain masih mengejar kami dari belakang, kali ini truk tronton dengan ban-ban besar. Dan muncul satu mobil lagi dari kanan saat kami lewati pertigaan.

Hujan peluru menyerang kami. Robby dengan sigap meliak-liukkan mobil, menghindari serangan. Jalanan cukup sepi karena ini tengah malam.

Kami mulai terjepit, Robby mendadak membelok ke gang sempit. Mobil besar tidak bisa mengejar, mobil kecil masih di belakang, cukup dekat dengan kami.
 
Seketika aku punya ide. "Robby berhenti!! "what?!" "Berhenti, ini perintah!!"
"Heey, Rana diamlah, ikuti saja kami, kami agen profesional" Celetuk Bobby sambil masih menembak.

"Mereka ingin file yang kubawa, mereka menginginkan aku. Aku harus turun."

"Rana, misi kami melindungimu, kamu harus menuruti kami!!" Robby membentakku.

"Baiklah kalau kalian bersikeras begitu!" Aku membuka pintu mobil yang masih melaju. "Apa yang kamu laku......kan"

Bluk, bluk, bluk.. aku menjatuhkan diri ke jalan dan berguling beberapa kali. Aih sakit!! Lalu bangkit, berdiri di tengah jalan untuk menghentikan si pengejar sambil memberi isyarat tangan tanda menyerah. Mereka menghentikan mobil, sementara Robby-Bobby tetap melajukan mobil dan menjauh.

Mereka turun dari mobil sambil masih menodongkan pistol. Aku mengambil pistolku dan meletakkannya ke jalan. Tanganku yang satu masih terangkat ke atas.

Mereka menggunakan baju serba hitam.

"Aku tahu yang kalian inginkan, ini." Kusodorkan tangan kananku yang menggenggam disk berisi file. Salah seorang perlahan mendekat. Dia sudah dihadapanku, sangat dekat sekarang, pistol di tangan kanannya teracung ke wajahku. Tangan kirinya meraih tanganku, dan.. sraat.. Pisauku berhasil memotong nadinya, "aargh" dia mengaduh, sikuku mendorong dagunya keatas. Kurebut pistolnya, dan mengunci tangannya kebelakang. Tubuhnya kuhadapkan kedepanku untuk melindungi tubuhku sendiri. Pistolnya kuacungkan ke dahinya. Aku menyandera dia. 15 detik secara keseluruhan. 'Mas Rendra aku cukup cepat kan'.

Tiba-tiba muncul dua orang pengendara truk. 'Sial!!' Sedetik kemudian.. Dorr, salah satu pengendara truk turun dan langsung menembak sanderaku. Mati. Begitu cepat. Sekejap.

Kini hanya aku, sendiri, melawan tiga mafia ini.

Pistol diacungkan kearahku. Dorr..dorr.. aku menghindar. Mereka berdua sangat agresif. Aku lari, sambil sesekali menembak.

Dan.. "Aarghh" betis kananku tertembak. Aku terjatuh, mereka mendekat, semakin dekat. Aku terjepit...
Oh Tuhan, aku akan mati... 'ayoo, bagunlah, kamu cuma mimpi,, banguun...'
Lalu.....

DOR!! DOR!! DOR!!
Tiga tembakan, masing-masing tepat dipunggung kiri menembus jantung mereka. Robby, bukan... Bobby, telah berada di belakang kami dan menembak mati ketiga mafia dengan sekali tembakan.

"Briliant!!" Komentarku sebagai tanda terimakasih.
"Gila!! Kamu bisa mati!!" Teriak Bobby
"Trimakasih." Kutangkap ucapannya sebagai pujian.

Kami melanjutkan perjalanan..

. . . . .

Sampailah kami ditempat, yang katanya, mas Rendra berada.
Dan benar. Dia disana duduk dengan beberapa orang mengelilingi meja. Mereka sedang berdiskusi. Tapi, lengannyaa....

Satu lengan mas Rendra digips dan digendong dengan armsling.

"Patah, saat meloloskan diri, dia melompat dari gedung 10 lantai, gila." Robby menjelaskan.
"Iya kalian suami isteri sama gilanya." Komentar Bobby.

. . . . .

Hampir 5 hari mereka menerjemahkannya. File yang aku bawa, rupanya berisi kode-kode, komunikasi mafia yang disadap. Isinya kurang lebih seputar perdagangan gelap, ilegal, bebas pajak, dan narkoba. Salah satu file yang membuatku tertarik adalah 140116. Rupanya itu siasat, sebenarnya intelijen sudah tahu, akan ada teror berkedok bisnis dari mafia. Peringatan mafia kepada pemerintah yang sudah tidak mau bekerja sama dengan mereka dan ingin menjalankan ekonomi negara dengan bersih. Intelijen ingin membangun kesan bahwa seolah mafia berhasil, pemerintah kecolongan. Padahal pemerintah sudah berhasil memecahkan semua kode komunikasi mereka, termasuk mengantisipasi hal ini. Jadi teringat coventry conundrum world war II.

"Terimakasih Rana, telah membawa filenya dengan utuh. Saat Rendra berangkat dari rumah kalian, file belum selesai terdownload. Rendra sengaja meninggalkan file itu dan memproteknya. Berharap kau bisa meneruskan mendownload. Rendra pergi untuk mengecoh perhatian mafia yang membuntutinya. Dia berhasil memecah fokus dan menjadikan dirinya target. Berhasil lolos dengan sedikit luka. Dan kamu dengan sedikit luka pula berhasil membawa file itu kesini. Bagaiman kakimu pagi ini? Perawat kami jago kan?" Dia lelaki paruh baya, pemimpin misi ini, bos Rendra.

"Kamu cukup cerdas memilih orang kepercayaan." Jawabku sambil tersipu.

"Wah, aku suka gayamu. Kamu taksalah pilih Ren." Kulihat mas Rendra hanya tersenyum menunduk. Ada sesuatu lain yang dia rasakan.

. . . . .

Pagi berikutnya, aku sudah bersiap, menjemput Ryan. Mas Rendra tidak ikut. Tetapi mereka mempersiapkan beberapa orang untuk melindungiku. Kali ini, bukan Robby, atau Bobby.

Aku masuk ke mobil. Hanya aku dan sopir. Dan... seseorang...

"Psst, diam. Ayo, jalan." Dia duduk disebelahku dan berkata singkat.

Di perjalanan.. "Rana, kembalikan ysng kamu ambil." Aku hanya terdiam. Orang ini tahu bahwa semalam aku telah mencuri aplikasi peretas mereka. Alat penting yang mereka gunakan untuk memecahkan kode mafia.
"Aku tahu semalam kamu mengambilnya. Siapa bosmu? Mafia besar lainnyakah?" Dia menatapku dengan tatapan yang sama, tatapan lembut, sayang.
"Rupanya aku takpernah benar-benar mengenalmu, kau punya banyak rahasia."
"Dek Rana, aku dan teman-temanku akan membantumu keluar dari masalah ini. Kamu percaya padaku, aku bisa membantumu."

Otot wajahku mengeras "Tidak, aku akan menyelesaikan masalahku sendiri." Htiku perih. "Berhenti!" Sopir menuruti perintahku.

Aku keluar mobil, dia mengikutiku. "Rana..."

Dorr.. aku menembaknya, tepat diperut. Tanpa ragu.
Aku baru saja... menembak.... suamiku, Rendra.

Aku berlari.. dan...

Sekawanan agen mengepungku, semua menodongkan pistol ke arahku.

"Menyerahlah, kami telah mengepungmu...."

. . . . .

Sekarang aku tinggal disini, di ruang 2x3 ini, sudah 6 bulan. Aku, wanita berusia 33 tahun. Inisialku PSY. Nama alias Rana Khairunia, dr., Sp.KJ. Aku mengandung anak keduaku, usia kehamilan 33 minggu.
Hari ini, aku terduduk di sini, menulis cerita hidupku dan menunggu hari eksekusi.

Enam bulan lalu, saat aku mencuri dari mereka, aku diinterogasi. Aku diam, mereka tidak mendapat satu klu pun dariku. Aku diberi pilihan, memihak mereka atau mati. Aku lebih memilih mati.

Dan disinilah nantinya, hidupku akan berakhir. Di penjara mafia ini. Aku akan dieksekusi pasca melahirkan anak keduaku. Itu permintaanku, dan permintaan lelaki yang kucintai. Mungkin, dihari eksekusi nanti,  tidak akan ada yang melayat, karena aku takpunya keluargaku. Kecuali dia, yang kucinta.

Aku bersyukur pernah menemui dia. Lelaki yang sangat kucintai. Rendra. Mungkin sekarang dia sudah tidak mencintaiku, tetapi aku tetap mencintainya. Aku taksanggup membunuhnya, hanya membuatnya berbaring koma selama 1 bulan.

Telah kutuliskan kisahku dengannya dan kusimpan dalam sebuah folder. Kenangan yang indah bersamanya. Bagi orang yang masih peduli denganku_ memangnya ada? ah, mungkin tidak ada_ akan kuberi kode untuk membukanya. Sebenarnya aku ingi  passwordnya hanya inisialku PSY, tapi aku dipaksa menulis 6 huruf. PSYCHO agar mudah diingat.

Ah, hari itu semakin dekat saja. Hari terakhir aku bisa melihat dia. Rendra. Kecuali.. takdir berkata lain.
Aku sedikit berharap gadis itu menyelamatkanku. Seperti diriku yang membebaskan dia dari penjara.
Aku ingin dia membantuku, agar tidak kehilangan Rendra.

Aku menunggumu, Sarra......

--END-- Session I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar